DONGENG FANTASI | KISAH NELAYAN DAN JIN JAHAT

DONGENG FANTASI - Hallo...sahabat kumpulan tulisan 25 yang dirahmati Allah, pada postingan kali ini kami persembahkan sebuah Dongeng Fantasi. Cerita kita kali ini tentang seorang nelayan yang berhasil mengelabuhi Jin Jahat yang mengganggunya. Kalian juga dapat membaca cerita-cerita yang lain melalui link berikut iniDONGENG FANTASI

OK...seperti apakah dongeng tentang KISAH NELAYAN DAN JIN JAHAT ini ? langsung kita simak saja ceritanya. Inilah cerita tentang

KISAH NELAYAN DAN JIN JAHAT

Dikisahkan bahwa ada seorang nelayan yang sudah sangat tua. Dia mempunyai seorang istri dan tiga orang anak perempuan, karena begitu miskinnya sehingga rnereka bahkan tidak mempunyai cukup makanan untuk disantap sehari-hari. Setiap hari nelayan itu selalu menebarkan jalanya empat kali dalam sehari.

Suatu hari, ketika bulan masih bertengger di langit, dia pergi keluar dengan membawa jalanya pada saat terdengar suara azan subuh. Dia tiba di pinggir kota dan melangkah ke tepi laut. Lalu dia meletakkan keranjangnya, menggulung lengan bajunya, dan mencemplungkan tubuhnya ke dalam air hingga sebatas pinggangnya.

Dia menebarkan jalanya dan menunggu sampai jala itu tenggelam lalu dia mengumpulkan talinya dan mulai menarik. Sementara dia menarik sedikit demi sedikit, dia merasakan bahwa jala itu menjadi semakin berat sehingga dia tidak mampu menariknya lagi. Dia naik ke daratan, memasang sebuah pancang ke dalam tanah, dan mengikat ujung jala itu pada pancangnya. Lalu dia melepas pakaiannya, menyelam ke dalam air, dan berenang mengelilingi jala, menggoyang-goyangnya dan menyentak-nyentakkannya sampai dia dapat menariknya ke darat.

Dengan perasaan sangat bahagia, dia mengenakan kembali pakaiannya dan berjalan menghampiri jalanya. Tetapi ketika dia membukanya, dia menemukan di dalamnya seekor keledai yang sudah mati, yang telah merobekkan jala itu.

Nelayan itu merasa sangat sedih dan kecewa dan berkata kepada dirinya sendiri, “Tidak ada kekuatan dan tidak ada kekuasaan kecuali milik Tuhan, Yang Mahabesar, Yang Mahakuasa,” dan menambahkan, "Sungguh, ini adalah tangkapan yang sangat aneh!” kemudian dia mendorong keledai itu keluar dari jala dan dia duduk memperbaiki jalanya.

Ketika dia selesai memperbaiki jalanya, dia memerasnya dan menjemurnya agar kering. Lalu dia menceburkan dirinya kedalam air lagi dan, dengan berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa, menebarkan jalanya dan menunggu sampai jala itu tenggelam. Lalu dia menarik talinya sedikit demi sedikit, tetapi kali ini jala itu bahkan lebih berat terhalang.

Karena mengira bahwa jalanya diberati ikan, dia merasa sangat senang. Dia melepaskan pakaiannya dan, menyelam ke dalam air, membebaskan jala itu dan berusaha menariknya ke pantai, tetapi di dalam jala itu dia menemukan sebuah kendi besar yang isinya tiada lain kecuali lumpur dan pasir.

Ketika melihat ini, dia merasa sedih dan, dengan air mata tergenang di pelupuk matanya, dia berkata kepada dirinya sendiri, “Ini adalah hari yang aneh! Sesungguhnya kami adalah milik Tuhan dan kepada-Nya jualah kami akan kembali.” Lalu si nelayan membuang kendi itu, mencuci jalanya, dan, setelah membersihkannya, menjemurnya agar kering. Kemudian dia memohon ampun kepada Tuhan Yang Mahakuasa dan kembali ke perairan. Untuk ketiga kalinya, dia menebarkan jalanya dan menunggunya sampai tenggelam. Tetapi ketika dia menariknya kembali, dia tidak menemukan apa-apa kecuali panci-panci dan botol-botol pecah, batu-batu, tulang-belulang, barang-barang buangan, dan yang semacam itu.

Dia meratapi ketidakadilan yang menyedihkan ini dan juga nasibnya yang buruk. Lalu si nelayan melihat ke langit dan, ketika menyadari bahwa matahari telah terbit dan pagi telah tiba dan hari telah terang, dia berkata, "Wahai Tuhan, Engkau mengetahui bahwa aku hanya menebarkan jalaku empat kali. Aku telah menebarkannya tiga kali, dan hanya tinggal satu tebaran lagi. Tuhan, biarkan laut membantuku, sebagaimana Engkau biarkan ia membantu Musa. Setelah memperbaiki jala itu, dia menebarkannya ke laut, dan menungguinya sampai tenggelam. Ketika dia menariknya, dia menemukan jalanya sangat berat sehingga dia tidak mampu menariknya. Dia menggoyangkannya dan mengetahui bahwa jalanya terkait di dasarnya. Dengan mengucapkan, “Tidak ada kekuatan atau kekuasaan kecuali milik Tuhan, Yang Mahabesar dan Mahakuasa,” dia melepaskan pakaiannya dan menyelam untuk membebaskan jalanya. Dia berusaha keras hingga berhasil mernbebaskannya, dan ketika dia mendorongnya ke pantai dia merasakan ada sesuatu yang berat di dalamnya.

Kemudian dia berusaha membuka jala itu dan menemukan sebuah kendi kuningan berlehér panjang, dengan sebuah tutup timah yang ditempeli cincin Segel. Ketika si nelayan melihat kendi itu, dia merasa senang dan berkata kepada dirinya sendiri, “Aku akan menjualnya di pasar tembaga, sebab harganya pasti paling sedikit setara dengan dua takar gandum.” Dia berusaha untuk rnemindahkan kendi itu, tetapi isinya sangat penuh dan berat sehingga dia tidak mampu menggerakkannya. Ketika melihat pada tutup timah itu, dia berkata kepada dirinya sendiri, “Aku akan membuka kendi itu, membuang isinya, lalu menggelindingkannya di depan kakiku sampai aku tiba di pasar tembaga.”

Lalu dia mengeluarkan pisau dari sabuknya dan mulai mengorek-ngorek tutup timah itu hingga akhimya berhasil melepaskannya. Dia memegang tutup itu dengan mulutnya, memiringkan kendi itu ke tanah, dan menggoyang-goyangkannya, berusaha untuk mengeluarkan isinya, tetapi ketika tidak ada sesuatu pun yang keluar, dia merasa sangat heran. Sesaat kemudian, dari kendi itu rnuncullah segurnpal besar asap, yang membubung ke atas dan menyebar ke seluruh permukaan tanah, dan semakin bertambah banyak hingga menutupi laut dan naik ke atas hingga mencapai awan dan menutupi cahaya matahari. Lama sekali asap itu terus mengepul dari kendi kemudian ia menyatu dan mengambil bentuk, dan tiba-tiba ia bergoyang dan di situ berdirilah sesosok jin, dengan kakinya terpancang di tanah dan kepalanya menyentuh awan, Dia memiliki kepala bagaikan pusara, taring bagaikan penjepit, mulut bagaikan gua, gigi bagalkan batu, lubang hidung terompet, telinga bagaikan tameng, tenggorokan bagaikan sebuah lorong, dan mata bagaikan lentera. Pendeknya, dapat dikatakan bahwa dia itu adalah sesosok monster yang sangat mengerikan.

Ketika si nelayan meIihatnya dia gemetar ketakutan, rahangnya terkunci, dan mulutnya mengering. Jin itu berseru,

“Wahai Sulaiman, nabi Tuhan, maafkan aku, ampunilah aku. Tidak akan lagi aku membantahmu atau tidak akan lagi mematuhi perintahmu.”

Ketika si nelayan mendengar apa yang dikatakan jin itu, dia bertanya,

“Jin, apa yang engkau katakan? Telah lebih dari dua ribu delapan ratus tahun sejak nabi Sulaiman meninggal, dan kini kita hidup berabad-abad sesudahnya. Bagaimana kisahmu, dan mengapa engkau berada di dalam kendi ini ?”

Ketika jin itu mendengar si nelayan, dia berkata, “Bergembiralah!” Nelayan itu berseru, “Oh, hari yang sangat membahagiakan!” jin itu menambahkan, “Bergembiralah, sebab sebentar lagi engkau akan dibunuh.” Nelayan itu berkata, “Engkau patut merasa malu karena mangucapkan hal-hal semacam itu. Mengapa engkau ingin membunuhku, sedangkan aku adalah orang yang telah membebaskanmu dan membawamu dari dasar laut dan mengembalikanmu ke dunia ini ?” Jin itu menyahut, “Ucapkanlah permintaanmu!”.

Nelayan itu merasa senang dan bertanya, “Apa yang hendak kumintakan darimu ?” Jin itu menjawab, “Katakan padaku bagaimana engkau ingin mati, dan cara kematian mana yang kau mintakan padaku untuk kupilih.” Nelayan itu bertanya, “Apa kejahatanku ? Inilah imbalan darimu setelah aku membebaskanmu ?” Jin itu menyahut, “Nelayan, dengarkanlah kisahku.” Nelayan itu berkata, “Ceritakan secara ringkas saja, sebab aku terburu-buru.” Jin itu berkata, “Hendaklah engkau mengetahui bahwa aku adalah salah satu dari jin-jin yang membelot dan suka melawan. Aku, bersama dengan raksasa Sakhr, memberontak melawan nabi Sulaiman, putra Daud, yang mengutus Asif ibn Barkhiya untuk menangkapku, dan dia membawaku dengan paksa serta membuatku kalah dan terhina di hadapan nabi Sulaiman.

Ketika nabi Sulaiman melihatku, dia memohon kepada Tuhan untuk melindunginya dariku dan dari rupaku dan memintaku untuk berserah diri kepada-Nya, tetapi aku menolak. Maka dia mengambil kendi kuningan ini, memasukkan aku ke dalamnya, dan menutupnya dengan segel timah yang di atasnya dituliskan nama Tuhan Yang Mahakuasa. Lalu dia memerintahkan jin-jinnya untuk membawaku dan membuangku ke tengah laut. Aku berada di sana selama dua ratus tahun, dan aku berkata kepada diriku sendiri, “Barang siapa membebaskanku selama masa dua ratus tahun ini, aku akan membuatnya kaya.”

Tetapi dua ratus tahun telah berlalu dan diikuti dengan dua ratus tahun berikutnya, dan tak seorang pun membebaskan aku. Lalu aku bersumpah pada diriku sendiri, “Barang siapa membebaskanku, aku akan membukakan untuknya seluruh kekayaan di bumi ini,” tetapi empat ratus tahun telah berlalu dan tak seorang pun membebaskanku. Ketika aku memasuki seratus tahun berikutnya, aku bersumpah pada diriku sendiri, “Barang siapa membebaskanku selama seratus tahun ini, aku akan menjadikannya raja, menjadikan diriku pelayannya, dan setiap hari mengabulkan tiga permintaannya, tetapi seratus tahun itu pun, ditambah tahun-tahun selebihnya, berlalu, dan tak seorang pun membebaskanku. Lalu aku menjadi marah dan murka, menggeram dan melenguh serta berkata kepada diriku sendiri, “Barang siapa yang membebaskanku sejak saat ini dan seterusnya, aku akan membunuhnya dengan cara yang paling kejam atau membiarkannya memilih sendiri cara kematian yang diinginkannya. Tak lama kemudian engkau datang dan membebaskan aku. Katakan kepadaku dengan cara bagaimana engkau ingin mati.”

Ketika si nelayan mendengar apa yang dikatakan jin itu, dia menyahut, “Sesungguhnya kami adalah milik Tuhan dan kepada-Nyalah kami akan kembali. Setelah bertahun-tahun lewat. dengan menyandang nasib buruk, aku harus membebaskanmu sekarang. Maafkan aku, dan Tuhan ? akan memberikan padamu ampunan-Nya. Hancurkan aku, dan Tuhan akan mendatangkan padamu seseorang yang akan menghancurkanmu pula.” Jin itu menyahut, "Memang demikian. Katakan padaku, dengan cara apa kau ingin mati ?”

Ketika si nelayan merasa pasti bahwa dia akan mati, dia menangis dan meratap, mengatakan, “Wahai anak-anakku, semoga Tuhan tidak memisahkan kita satu sama lain.” Lagi-lagi dia berpaling kepada jin itu dan berkata, “Demi Tuhan, bebaskanlah aku sebagai imbalan bagiku yang telah membebaskanmu dan mengeluarkamu dari kendi ini.” Jin itu menyahut, “Kematianmu adalah imbalan bagimu karena telah membebaskanku dan membiarkan aku keluar.” Nelayan itu berkata, “Aku telah berbuat baik padamu, dan engkau bersiap-siap untuk membalasku dengan kejahatan.

Jin itu berkata, “Cepatlah, sebab seperti yang telah kukatakan, aku harus membunuhmu.” Lalu nelayan itu berpikir, “Ia hanyalah jin, sedangkan aku manusia, yang telah dikaruniai Tuhan dengan akal dan karenanya membuatku lebih unggul dibanding dirinya. Ia boleh saja menggunakan tipu-muslihatnya sebagai jin terhadapku, tetapi aku akan menggunakan akalku untuk menandinginya.” Lalu dia bertanya kepada jin itu, "Haruskah engkau membunuhku ?” Jin itu menjawab, “Ya,” nelayan itu berkata, “Demi nama Tuhan Yang Mahakuasa yang dituliskan pada cincin Sulaiman putra Daud, maukah engkau menjawab dengan jujur jika akan menanyakan padamu tentang sesuatu ? “ Jin itu menjadi jengkel dan berkata dengan nada tidak senang,

“Tanyalah, dan cepat!”


“Demi nama Tuhan Yang Mahakuasa, katakan kepadaku apakah engkau benar-benar berada di dalam kendi ini.”

Jin itu menjawab, “Demi nama Tuhan Yang Mahakuasa, aku dipenjara di dalam kendi ini.”

Nelayan itu berkata, “Kau berdusta, sebab kendi ini tidak cukup besar, bahkan untuk tangan dan kakimu. Bagaimana mungkin ia dapat menampung seluruh tubuhrnu ?”

jin itu menjawab, “Demi Tuhan, aku berada di dalamnya. Tidakkah engkau percaya bahwa aku berada di dalamnya ?”

Nelayan itu berkata, “Tidak, aku tidak percaya.”

Mendengar hal itu, si jin menggoyangkan tubuhnya dan berubah menjadi asap, yang membubung, meluas ke laut, menyebar ke seluruh daratan, lalu menyatu, dan, sedikit demi sedikit, mulai memasuki kendi itu. Ketika asap itu lényap sepenuhnya, jin itu berteriak dari dalam kendi, “Nelayan, aku berada di dalam kendi. Apakah engkau mempercayaiku sekarang ?” Nelayan itu langsung mengambil tutup timah yang bersegel dan dengan segera memasangkannya pada mulut kendi.

Lalu dia berseru, “Jin, kini katakan kepadaku dengan cara bagaimana kau ingin mati. Sebab aku akan melemparkanmu ke lautan ini, membangun rumah tepat di sini, dan duduk di sini dan mencegah setiap nelayan yang datang untuk memancing dan memperingatkannya bahwa ada jin berdiam disini, yang akan membunuh siapa pun yang menariknya keluar dan yang akan membiarkannya memilih cara kematian yang diinginkannya. Ketika jin itu mendengar apa yang dikatakan oleh si nelayan mendapati dirinya terpenjara, ia berusaha untuk keluar tetapi tidak bisa sebab ia dicegah oleh segel Sulaiman putra Daud.

Ketika menyadari bahwa si nelayan telah menipunya, jin itu berkata, “Nelayan, jangan engkau melakukan ini terhadapku. Aku hanya bercanda denganmu.” Nelayan itu berkata, “Engkau berdusta, engkau yang paling kotor dan jahat diantara semua jin,” dan dia mulai menggelindingkan kendi itu ke laut. Jin itu berteriak, “jangan-jangan!” Tetapi nelayan itu menyahut, “Ya, ya.” Lalu dengan suara yang lembut dan menyerah jin itu bertanya, “Nelayan, apa yang hendak engkau lakukan ?” Nelayan itu menyahut “Aku bermaksud melemparkanmu ke laut. Kali pertama kau tinggal disana selama delapan ratus tahun. Kali ini aku akan membiarkanmu sampai Hari Kiamat. Tidakkah pernah kukatakan padamu, Biarkan aku hidup, dan Tuhan akan membiarkanmu hidup. Hancurkan aku, dan Tuhan akan menghancurkanmu ?” Tetapi engkau menolak, dan berkeras pada pendirianmu untuk mencelakakanku dan membunuhku. Kini giliranku unluk mencelakakanmu.”

Baca cerita fantasi lainnya ?