Monday, September 24, 2018

Cerpen Remaja : Nita saya bundar

Cerpen Remaja : Nita saya bundar
“Nita saya bundar, bundar Nita saya, kalau tidak bundar, bukan Nita saya"

KISAH CINTA dan REMAJA - Teriak Deny keras-keras menyanyikan lagu Topi Saya Bundar dengan, lirik Nita saya bundar, seperti lagunya anak TK. Kelas yang sudah ramai karena jam kosong, semakin riuh. Anak-anak tertawa mendenga teriakan Deny. Dan Deny semakin bersemangat mengulang lagunya dengan gaya jenaka.

Anita yang diolok-olok tenang saja di bangku depan. Malah asyik mengunyah permen karetnya sambil baca MOP. ,Cewek yang memang gemuk dan tidak begitu tinggi amat, tapi sebetulnya cewek itu cuek dengan tawa teman-temannya. Sudah terlalu biasa mendengar, jadi tidak kaget. Mungkin karena dia sadar dengan dirinya. Ya, semua juga tahu kalau Nita gemuk. Hingga Deny suka mengolok dengan menyanyikan Nita saya bundar. Deny memang keterlaluan. Untung Nita bukan tipe cewek pemarah. la anggap angina lalu saja semua olok-olok Deny. Coba kalau yang diledek Ami yang cerewet atau Tanti yang judes. Wow, dunia bisa kiamat.

"Nit, kamu kok diam saja diledek macam gitu. Kalau aku, huh sudah kujitak tuh kepala. Biar kapok," benarkan? Tanti yang tidak diledek saja usil manas-manasin Nita.

"Biarkan, hak dia kok," sahut Nita kalem tanpa melepas pelototan matanya dari majalah yang dia pegang.

"Emang hak dia, tapi Deny sudah keterlaluan Nit.”

“Terus aku mesti bagaimana Non? Marah? Uh, sorry cuma bikin kurus tahu tidak,“ cibirnya.

"Balas dong Nit, kalau kamu diam terus Deny tidak mungkin berhenti ngeledekin kamu. Mending kalau suaranya bagus,“ Nita semakin sewot.

“Lho kok, kamu yang sewot?“

"Habis (kamu juga sih, diam terus begitu. Bagaimana?"

“Ah, apanya yang bagaimana. Nita tidak sempat menanyakan pada Tantu. Karena waktu itu Bu guru PMP masuk.

"Selamat siang anak-anak!" sapa beliau.

"Selamat siang Bu...!" sahut anak-anak kompak, Tapi Nita tak memperhatikan gurunya. Pikirannya malah asyik mencari-cari bagaimana caranya membaIas ledekan Deny.

Dan,oho…., akhimya ketemu juga. Kenapa tidak? Deny cakep. Karena cakepnya banyak cewek yang ngidam jadi doinya. Tapi Deny yang pinter dan baik hati selalu ramah kepada siapa pun juga. Kepada Anis yang cakepnya selangit, senyumnya sama dengan kalau dia ketemu Nani atau Ulin. Ini yang tidak bisa bikin Nita marah. Kenapa mesti marah, sebetulnya Deny tidak bermaksud jahat. Gayanya yang ceplas-ceplos telah Nita pahami sejak dulu. Deny toh selalu baik pada Nita. Mau bantu kalau Nita kesulitan belajar Matematika atau pelajaran yang lain. ltu yang bikin Tanti iri. Tanti juga tahu mata Deny bagus. Tanti naksir Deny. itu “aku”Tanti pada Nita dulu. Dan Nita cuma ketawa saja. Tanti,… Tanti, Anis yang babenya Bos saja, yang cakepnya nyaingi Paramita tidak bikin Deny keder, atau Rinayang kalau diperhatikan lama-lama mirip Ria lrawan salamnya tidak pernah digubris Deny. Kamu mau-maunya naksir dia. Udah deh nanti. malah frustasi sendiri. Nasihat Nita. Tentu saja cuma dalam hati.

Bel istirahat kedua berbunyi. Anak-anak berhamburan keluar Nita hapal, sebentar lagi peluit Deny pasti akan berbunyi dengan nyaring. Tapi Nita ingin kali ini dia yang mulai.

“Deny saya cakep, cakep Deny saya. Kalau tidak cakep, bukan Deny saya,“ teriak Nita keras-keras. Tawa anak-anak seketika pecah. Deny terdiam. Mungkin tidak menyangka Nita bakal membalas olok-oloknya.

“Den, kok diam saja. Gimana Den, balas dong?" lrfan menepuk pundak Deny dari belakang sambil tertawa. Deny tetap diam. Anak-anak yang mau keluar menyempatkan diri untuk tertawa.

"Nita Deny bundar. Bundar Nita Deny. Kalau tidak bundar, bukan Nita Deny...," Tiba-tiba koor tanpa konduktor bergema. Nita senyum-senyum aja mendengar koor itu. Dia melirik kearah Deny yang duduk di belakang. Deny terpaku menatap, Nita. Dan Nita tersenyum puas.

"Nit, kok balasnya gitu," Tanti sudah berdiri di sebelahnya protes.

"Lho, memangnya gimana dong? Diam salah, ngebalas salah. Ah, bodo. Aku mau ke kantin," Nita tak peduli. Meninggalkan Tanti sendirian. Matahari awal musim kemarau membuat siapa pun cepat merasa haus. Tanti mengikutinya dari belakang. Wajahnya ditekuk. Ada yang membuatnya tidak puas.

"Ada apalagi Tan, Udah deh, masak gitu aja diributkan Sekarang kita minum, aku yang traktir. Baru kita bicara apa yang membuatmu bermuram durja begitu," ucap Nita tetap dengan gaya cueknya. Tanti nutut. Setelah mendapat segelas es kelapa muda, dia mengambil tempat duduk di depan Nita.

"Nit, kalau kamu diiedekin Deny, kamunya tersinggung nggak sih?" tanyanya hati- hati.

"Tersinggung? Kenapa harus tersinggung. Aku tahu kok Deny cuma main-main. Memang aku gemuk kan?“ jawab Nita tegas, penuh percaya diri. Tanti berdecak kagum dalam hati. Nita tidak merasa minder dengan keadaannya. Sementara Tanti selalu merasa ada saja yang kurang dari dirinya. Padahal menurut perasaannya kalau lagi ngaca, dia nggak jelek-jelek amat.

"Atau bukan karena Deny ehm, cakep?" Nita terkekeh. Pertanyaan yang sangat konyol. Daya ingatnya langsung melayang. Bodoh, kenapa dia bisa lupa kalau Tanti naksir Deny. Pantes dia dengar olok-olok Deny untuknya, jadi sewot gitu.

"Karena Deny cakep iya, karena pinter iya juga. Tapi bukan karena aku naksir Deny lho, ucapnya seperti sebuah janji untuk" tidak mengkhianati, teman sendiri. Padahal kalah Deny mau jadi pacarnya nggak bakal dia tolak. Ah, Nita menepis harapannya sendiri” Nita nggak mau jadi pungguk yang merindukan bulan. Anis dan Fina yang secakep gitu aja nggak masuk hitungannya Deny. Apalagi aku.

"Jadi kamu nggak naksir Deny seperti teman-teman yang Iain Nit?" sebuah pertanyaan konyol lagi.

"Oo.., tidak. Aku sih tahu diri aja," Nita tetap dingin. Nita memang tahu diri kok. Dan lagi nggak ingin mengecewakan Tanti yang sudah jadi sahabatnya sejak SMP.

"Udah deh, pokoknya aku nggak akan jadi sainganmu. Setidaknya selama aku masih "sekurus" gini. He he...," Tanti tersipu, senyumnya mulai kelihatan walau samar.

“Yuk ah, udah bel tuh,” setelah membayar keduanya bergandengan menuju kelas. Dari jauh kelihatan Deny bersandar di pintu kelas, seperti menunggu mereka.

“Nit, pulang sekolah nanti bisa bicara sebentar?”

”Bicara apa Den?”

“Nantilah. Bisa kan?“ walau perasaan, Nita mengiyakan sambil matanya mengedip ke arah Tanti.

"Aku minta maaf sama kamu. Pasti kamu tersinggung dengan nyanyianku," Deny membuka percakapan sesaat setelah keduanya bertemu usai bel pulang berbunyi. Pelataran sekolah mulai sepi, keduanya memilih duduk di tepi lapangan basket yang ada bangku panjangnya.

"Sadar nih kalau nyanyianmu bisa bikin orang lain tersinggung?“ Nita pura-pura marah. Dalam hatinya ketawa. Nggak nyangka Deny bisa serius gitu, walaupun kelihatan gugup.

“Maafkan aku ya. Aku janji nggak akan ngulangi lagi. Mau kan Nit, maafin aku?" bujuknya. Nita hampir tidak tahan untuk tidak tertawa.

“Kenapa sih kamu tega ngatain aku bundar gitu? Memang aku bola?" kejar Nita penasaran.

“Jangan marah dulu. Aku nyanyi gitu justru karena. Aku suka kamu," jawab Deny malu-malu.

“Apa?“ Nita hampir tidak percaya.

"Aku suka kamu. Suka cewek yang gemuk kaya kamu. Soalnya kalau diliatin lama-lama asyik juga," Deny menegaskan. Matanya yang bak mata eiang menatap tajam ke mata Nita yang sebetulnya tak kalah indahnya. Oalah mama, kenapa bisa jadi begini? Deny suka padaku, bodohnya kalau dibiarkan berlalu begitu saja. Tapi barusan dia janji nggak bakal nambah saingan bagi Tanti sahabatnya.

"Kamu mau jadi pacarku Nit?" pinta Deny sungguh-sungguh. Nita diam-diam mengeluh dalam hati.

"Beri aku waktu ya Den!" pintanya pasrah. Nita bingung, sementara dengan senyumnya Deny menggangguk yakin.

Baca kisah cinta dan remaja lainnya ?

0 Comments:

Post a Comment