KISAH CINTA dan REMAJA | CAFE

KISAH CINTA dan REMAJA - Panas sekali hari ini. Ditambah lagi jam pelajaran terakhir Matematika yang membosankan. Udah capek, lapar, dan masih disuruh ngitung rumus-rumus yang njlimet dan ruwet itu. Kulihat teman sebangkuku juga sepertiku. “teet…teet…teeeet..," bel berbunyi tiga kali pertanda pulang. Kelas I G tempatku mangkai saban harinya untuk menuntut ilmu jadi riuh oleh suara siswa, memang kelasku terkenal gaduhnya. Setelah doa bersama siswa pun akhimya pulang.

"Eh, kamu dapat undangan dari Anita nggak Wi? Itu lho teman SLTP dulu?", tanya Reni kepadaku sambil berjalan menuju parkir sepeda.

“Tentu dong, perayaan ulang tahun kan?” kataku memastikan. “Oh iya Ren aku belum cari kado, kamu mau nggak temenin aku cari kado?“ pintaku.

“Justru itu Wi, aku mau ngajak kamu cari kado”.

“Wah kebeneran dong, kapan kita cari kadonya?" kataku kemudian.

“Bagaimana kaiau Sabtu sore? Ultahnya kan malam Minggu".

“Aku sih terserah kamu Hen", kataku.

“Aku akan menjemputmu jam empat sore, bagaimana?" .

“Bereslah," aku pun menyetujui tawarannya.

Sabtu sore kami jadi pergi ke mall. Sambii berjalan-jalan melihat-lihat barang, kami pun ngobrol. Mulai dari keluarga, ngomongin temen lama, maklum aku dan Rani sahabat dari SLTP, jadi omongan kami cepat nyambungnya. “Aduh!” terasa lenganku terserempet orang yang berpapasan denganku.
“Maaf, aku tidak sengaja,” katanya seakan merasa bersalah. Kulihat wajahnya, dan sepertinya aku sudah pernah iihat. Ya, cowok itu seperti idolaku, Nick Carter. Reni menarik tanganku dan cowok itu pun segera berlalu.

Pukul 19.30 sepeda motor Reni sudah terparkir di halaman rumahku. Aku pun segera keluar menghampirinya, “Ayo, berangkat aku sudah siap kok,” kataku sambi! berjalan menuju Reni berada.

“Udah pamitan ama ortu”.

“Tentu dong”. Sebenarnya aku punya motor sendiri, tapi Reni yang memintaku untuk bonceng motornya. itung-itung ngirit bensinlah. Sesampai di rumah Anita ternyata para undangan sudah banyak yang datang. Aku dan Reni kenalan dengan teman-teman SMU Anita.

Aku terkejut ketika kulihat cowok disudut dekat meja yang berdiri sendirian. Cowok yang kutemui saat di mall sore tadi, dan dia juga melihatku, “Wi, tunggu sebentar ya, aku mau ke kamar kecil.” begitu Kata Reni tiba-tiba.

“Bentar Ren", kataku tahan karena percuma Reni nggak memperhatikan ucapanku. Dia terus melangkah ke kamar kecil. Kulihat cowok tadi melangkah menuju ke arahku. Hatiku tak menentu. Ada detakkan-detakkan di jantungku. Aku jarang bergaul sama yang namanya cowok, walau teman sekelasku banyak juga cowoknya. Aduh gimana nih, Reni Kok nggak datang-datang, hatiku mulai resah.

“Sendirian?” katanya yang ditunjukan kepadaku dengan ramah.

”Nggak, sama teman tapi dia lagi ada keperluan,“ jawabku lirih. Aku yakin ucapannya tadi hanya basa-basi atau hanya sebagai permulaan Karena tadi dia melihatku bersama dengan Reni. “Kamu kan, yang tadi sore di mall itu?” tanyanya kemudian.

“Ee iya”, jawabku raga-ragu.

“Boleh kenalan?" pintanya sambil mengulurkan tangannya. Aku ragu untuk membalas ulurannya. Akhirnya kuulurkan juga tanganku yang berat ini.

“Rudi,” katanya singkat menyebutkan namanya.

“Dewi," balasku singkat pula.

“Temennya Anita ya?” tanya Reni, cowok yang baru kukenal itu.

“Ya, Anita temanku SMU di Medan baru satu minggu ini”.

“Kamu tinggal di mana, Dewi?” katanya dengan keakraban.

“Komplek Nusa lndah jalan Anggrek,”jawabku datar. kulihat sekilas rona wajahnya yang tampak keheranan.

“Kenapa?", tanyaku kemudian.

“Nggak apa-apa, aku juga tingga! Di Komplek Nusa lndah," katanya. Aku terkejut mendengar ucapan Rudi, berarti Rudi tetanggaku, masak aku tidak kenal. Apakah dia penghuni rumah nomor 64 yang katanya penduduk baru itu, tanya hatiku.

Setelah Reni bercerita, jelas sekarang, bahwa keberadaan Rudi di Semarang ini karena sedang mengikuti Papanya yang ditugaskan beroperasi di Semarang. Bersama keluarganya Rudi tingga! satu komplek dengaku. Bahkan rumah Rudi dengan rumahku dekat.

Acara ulang tahun pun dimulai. Rudi berada di dekatku, maklumlah tetangga baru. Dan tak Iupa Reni juga kuperkenalkan dengan Rudi.

“Wi, kuantar pulang, kata Rudi menawariku sambil membukakan pintu mobil merahnya ketika kami akan pulang.

"Nggak ah, aku kan bersama Reni," kataku beralasan.

“Nggak apa-apa kok Wi, aku berani pulang sendiri, lagian tujuan kalian kan sama," sepertinya Reni mendukung ajakan Rudi. Langsung jantung ini berdebar saat Reni selesai ngomong.

Aduh, girnana sih Reni ini, hatiku resah, bimbang, dan segala pertanyaan muncul di benakku. Bagaimana nantinya jika aku bersama Rudi. Apakah Rudi itu orang baik-baik atau cowok yang playboy. Apa yang riapat kuperbuat. Entahlah, pertanyaan apalagi yang muncul dalam pikiranku. Sedang Rudi terus menawariku dan Reni pun membenarkan Rudi, dengan sangat terpaksa kuterima juga aiakan Rudi.

Selama diperjalanan aku banyak diam, paling-paling jika Rudi tanya kujawab seadanya. Sedang Rudi bercerita mengenai dirinya. Sesuai permintaanku, Rudi menurunkan tepat di depan rumahku. Dan tak lupa kuucapkan terima kasih pada Rudi.

Sudan hampir dua tahun aku berteman sama Rudi. ternyata Rudi adalah cowok yang baik, suka bercanda dan sangat menghormati cewek. Aku tidak mengira kalau aku bisa akrab dengan cowok yang imut-imut seperti Rudi. Tak jarang Rudi ke rumahku. Kadang ingin mainlah, pinjam majalah, belajar bersama atau kadang dengan alasan yang dibuat-buat. Kehadiran Rudi membuat ada yang iain di hatiku.

Seringnya aku bersama Rudi, mernbuatku cemburu bila ada cewek iain yang dekat dengannya. Walau Rudi bukan apa-apa dariku. Memang benar, teman-temanku bilang kalau banyak cewek yang naksir dia.

“Ke cafe yuk,” ajak Rudi suatu ketika kepadaku.

“Boleh,” aku pun menyetujuinya. Aku juga sering ke cafe, bersama keluarga atau bersama Reni. Dan baru kali ini Rudi mengajakku ke cafe. Sepeda motor akan meluncur menuju tempat yang Kami tuju.

Setelah pesanan datang, kami berdua menikmatinya.

“Wi, boleh nggak aku ngomong sama kamu?”, tanya Rudi tiba-tiba.

“Aduh Rud, kayak orang nggak kenal aja. Kalau ingin ngomong, ngomong aja.” jawabku santai.

“Jangan marah ya?” pintanya, kayaknya ada yang serius

“Tidak!" janjiku. Sejurus kemudian kami terdiam.

“Benar ya, kamu nggak akan merah,” Rudi meyakinkan.

“Kamu kok nggak percaya aku sih Rud,” kataku. Kutunggu-tunggu apa yang akan diucapkan Rudi. Lama kami terdiam.

“Aku suka kamu, Dewi,” Kata-Kata itu meluncur dengan mudah dari bibir Rudi yang manis. Jantungku berdetak keras. Aku tak menyangka kalau Rudi akan mengeluarkan kata-kata itu. Aku tak tahu mesti ngomong apa.

“Kamu marah, Dewi?” tanya Rudi kemudian.

“Tidak," jawabku lirih.

“Bagaimana dengan kamu, Dewi?” tanya Rudi kemudian.

“Entahlah,” jawabku bimbang. Kulihat wajahnya yang begitu tegar dan tabah seakan bertanggung jawab apa resikonya dan menghormati keputusanku yang masih bimbang ini. Kami pun akhirnya pulang. Dalam perjalanan Kami banyak diam. Pikiranku tak menentu. Sampai di depan rumahku, kami berhenti.

“Dewi, besok pagi aku akan ikut Papa ke Bandung. Aku akan menyuratimu nanti, dan kutunggu selalu jawaban darimu," kata Rudi begitu mengagetkanku. Aku diam saja tak tahu apa yang harus kuucapkan. Rasanya bibir ini kelu. Tak ada kekuatan untuk bicara, dan besok aku tak bersama Rudi lagi.

Rupanya itu adalah pertemuan terakhirku dengan Rudi. Entahlah, aku mencintai Rudi atau tidak. Yang pasti bayang-bayang Rudi kerap Kali hadir dalam mimpiku.

Baca cerita cinta dan remaja lainnya ?