Pagi itu, suasana agak mendung di desa kecil tempat Sultan dan Ajeng tinggal. Awan kelabu menggantung di langit, seolah-olah hujan akan segera turun. Sultan dan Ajeng, kakak beradik yang ceria, sudah siap berangkat ke sekolah. Mereka sudah mempersiapkan payung dan jas hujan agar tetap kering dalam perjalanan.
Setelah memastikan semuanya siap, mereka berpamitan kepada ibu mereka yang sedang menyiapkan sarapan di dapur.
Sultan, dengan semangat pagi, berkata, “Bu, berangkat sekolah dulu ya, Bu.”
Ajeng, mengikuti jejak kakaknya, juga berpamitan, “Aku juga Bu, berangkat sekolah dulu.”
Ibu mereka, dengan penuh kasih sayang, menasihati, “Ya, hati-hati di jalan. Ingat, jangan nakal, dan jangan jadi anak yang durhaka ya.”
Sultan mengangguk serius, “Ya Bu, saya kan anak baik, ndak kayak RIZKI.”
Ibu yang sedang memasukkan roti ke dalam tas bekal mereka, berhenti sejenak dan bertanya dengan heran, “Loh, RIZKI kenapa?”
Ajeng dengan ekspresi serius menjelaskan, “RIZKI itu anak yang nyusahin orang tua, tiap hari suka ilang-ilangan, Bu.”
Ibu semakin bingung dan bertanya lagi, “Loh, kok gitu? Ibu jadi tambah bingung.”
Sultan menambahkan dengan nada tegas, “RIZKI itu kalau pergi ndak pernah bilang orang tuanya, Bu.”
Ibu mengernyitkan dahi, “Masak sih?”
Ajeng mengangguk, “Iya Bu, kemarin aku ketemu pamannya tukang sayur, aku tanya: ‘Kemana, Paman?’ Pamannya bilang: ‘Cari RIZKI, Ajeng.’”
Sultan menimpali, “Betul Bu, kemarin aku juga ketemu ibunya. Aku tanya: ‘Kemana Bu?’ Trus ibunya bilang: ‘Cari RIZKI, Sultan.’”
Ibu pun memasang raut muka keheranan, namun segera menyadari kesalahpahaman yang terjadi. Dengan muka sedikit geram tapi mencoba tersenyum, ia menjelaskan, “Sultan, Ajeng, bukan itu maksudnya sayang! Mereka cari RIZKI itu artinya cari rezeki, mencari nafkah untuk kehidupan sehari-hari.”
Sultan dan Ajeng saling berpandangan dengan ekspresi bingung dan kemudian tertawa malu. Mereka baru sadar bahwa mereka telah salah paham selama ini.
Ajeng dengan wajah memerah berkata, “Oh, jadi begitu ya, Bu. Kami kira RIZKI itu anak nakal yang sering hilang.”
Sultan pun menimpali, “Iya Bu, maaf ya. Kami nggak tahu kalau maksudnya cari nafkah.”
Ibu tersenyum dan mengusap kepala kedua anaknya. “Tidak apa-apa, sayang. Yang penting kalian sekarang tahu. Sekarang berangkatlah ke sekolah, semoga hari ini menyenangkan.”
Sultan dan Ajeng pun berangkat ke sekolah dengan hati yang lebih ringan, sambil tertawa-tawa mengingat kesalahpahaman mereka. Hari itu, mereka belajar sesuatu yang baru dan berharga tentang arti kata dan kehidupan sehari-hari.
0 Comments:
Post a Comment