PAGAR 13 BINTANG (eps.9)

PAGAR 13 BINTANG (eps.9)– Bagi yang ketinggalan episode 8 baca dulu bagian episode kemaren biar nyambung ceritanya

“ternyata bayi ibu Aisyah telah lahir”, “bu Aisyah melahirkan sendiri ?”, “saya tidak tau proses kelahirannya tapi ketika saya datang disana sudah ada wanita tua yang menggendong bayi”. “siapa wanita tua itu pak ?”, “wanita tua itu bernama ma’ Ineh, perempuan tua yang ada dalam foto”, “oh,…saya ingat saya pernah bertemu dengan perempuan tua ini, ketika saya di lampu merah dan ketika saya di gerbang masuk desa ini”, “oh beliau itu, ibunya bu Aisyah mertuanya pak Ahmad”. “berarti laki-laki tua itu adalah bapak mertua pak Ahmad”. “ya’ betul !”, “keluarga tersebut sangat bahagia dengan kedatangan keluarga baru, bu Aisyah sangat sayang sekali dengan kedua putra-putrinya, tiap malam beliau selalu menimang dan menyanyikan anaknya diayunan depan rumah hingga keduanya tertidur”. Hari sudah beranjak siang, pak Kardi memohon diri untu pergi kesawah, “ma’af mas, saya tinggal dulu ke sawah ya”, “oh silahkan pak”. “kalau butuh apa-apa ambil saja sendiri, anggap rumah sendiri aja ya!”, “ya pak, terima kasih”. Pak Kardi pun pergi meninggalkanku menuju sawah.

Aku masuk kedalam rumah pak Kardi kurebahkan tubuhku dipembaringan sambil menerawang ke langit-langit rumah pak Kardi yang sudah banyak lubang disana-sini, sesekali aku melihat keluar jendela kemudian kembali lagi. Dikepalaku ada ribuan pertanyaan yang belum terjawab, tentang garis polisi, pak ustadz, bu Aisyah, ma’ Ineh, putra-putri pak Ahmad dan masih banyak lagi pertanyaan. Aku semakin penasaran, aku tak tahan lagi menunggu cerita dari pak Kardi aku segera bangun dan pergi menuju rumah PAGAR 13 BINTANG. Di tengah perjalanan menuju rumah PAGAR 13 BINTANG, sekelebat aku melihat sosok nenek yang aku lihat tempo hari, diam-diam aku ikuti wanita tua tersebut. Dia berjalan menuju ke rumah PAGAR 13 BINTANG, aku yakin sekali kalau itu adalah ma’ Ineh, dalam hati aku berguman “kenapa ma’ Ineh menuju ke rumah itu ? apa yang ia lakukan disana ?”. Aku melihat ma’ Ineh membawa sebuah bungkusan yang kalau dari jauh aku perhatikan seperti bungkusan bunga yang biasa orang bawa ke pemakaman.

Ma’ Ineh masuk kedalam rumah, kemudian beberapa saat kemudian dia keluar dan pergi tapi kali ini tanpa membawa bungkusan. Aku semakin penasaran, aku tunggu hingga dia menjauh dari rumah itu kemudian aku menyelinap masuk. Rumah yang dari luar tidak begitu luas itu ternyata terbagi atas beberapa kamar, ada 5 kamar dalam rumah itu selain ruang tamu dan dapur serta kamar mandi. Setelah aku perhatikan satu persatu kamar tersebut, pandanganku terpaku pada sebuah kamar. Aku melihat kenehan pada satu kamar yang terletak ruang belakang dekat kamar mandi dan dapur. Pintu kamar itu tertutup rapat, dan pintu kamar itu juga terlihat terawat daripada empat pintu yang lain. Aku berdiri ditempat, tidak maju dan tidak mundur hingga aku dengar suara lirih lantunan sebuah lagu “Sayang sayang anakku sayang, manis-manis sekali”, “hi..hi..hi.. cepat besar ya anaku, jadi anak yang pintar, sayang sama ayah bunda, jangan nakal ya!”. Dengan badan yang agak gemetaran aku mencoba melangkahkan kakiku menuju sumber suara itu. Sampailah aku tepat didepan pintu kamar itu, kuulurkan tanganku untuk membuka handle pintu, dengan badan yang semakin gemetar, dan “Brak……!!!”

“Sayaaa………ng !!!”, “Gas habis….. beliin dong, !!!” ma’af pembaca yang budiman, saya harus beli gas dulu sebelum nanti malam ngak dapat jatah makan, OK sampai ketemu di episode selanjutnya pasti makin seru…….. “ingat kalau tidak berani baca sendiri anda juga bisa mengajak teman anda untuk berbagi keseruan membaca cerita ini, dengan cara share cerpen ini via facebook, twiter, atau google +

kisah selanjutnya di episode 10