PAGAR 13 BINTANG (EPS.1 : TUGAS MISTERIUS)

PAGAR 13 BINTANG (EPS.1 : TUGAS MISTERIUS) - Hari ini mentari bersinar cerah, angin berhembus pelan, terkadang mendung datang menutupi sinar mentari. Aku duduk dikursi meja kamarku yang dipenuhi kertas berserakan, Sebuah kopi hangat yang baru aku buat yang selalu menjadi teman setiaku dalam menyelasaikan tugas-tugasku selama ini. Ku tengok jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 07.30 pagi, artinya aku harus segera menuju tempat kerjaku. Ku minum kopi hangatku yang sekarang sudah mulai dingin, sambil memakai kaos kaki dan bersepatu. Ku tenteng tas kerjaku sambil berjalan menuju kantor tempatku bekerja.

Namaku firman aku seorang wartawan sebuah media online di sebuah kota kecil dipinggiran provinsi Jawa Tengah. Kota itu bernama Jati Salam. Aku baru saja lulus kuliah S1 jurusan pendidikan. Untuk mengisi kekosongan aku magang jadi wartawan, yah belum lama, baru sebulan aku bekerja di Media online itu. Media online ku ini banyak berisi artikel tentang misteri makanya diberi nama Suara Alam. Meskipun baru sebulan aku bekerja namun aku sudah beberapa kali menulis artikel yang jadi Hot News di Suara Alam. Bahkan saking bangganya pimpinan redasiku menjanjikan bonus kepadaku untuk setiap artikel yang berhasil menjadi Hot News berikutnya.

Ini bulan kedua aku bekerja. Aku mulai menyusun rencana untuk terbitan berikutnya. “Mas Firman, anda ditunggu pak Juna di ruang kerjanya, sekarang ya, penting !” kata sekretaris pak Juna setengah memaksa. “ya mbak, sebentar lagi saya kesana.” jawabku dengan nada rendah. Sekretaris cantik itu pun kembali ke meja kerjanya, sambil meninggalkan senyuman manis yg membuat hati para pria bergetar.

Aku pun segera menemui pak Juna. “selamat pagi pak, bapak memanggil saya ?,” tanyaku pelan. Seorang pria bertubuh gemuk yang tingginya kurang dari 160cm sedang duduk di depanku sambil membaca koran dan sesekali menghisap rokok yang masih melekat di sela jari telunjuknya.

“ya silahkan duduk," katanya pelan sambil terus membaca koran. Kemudian dia mulai melipat koran di tangannya lalu melihatku tajam tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulutnya.

"saya ada tugas untuk kamu," sebuah kalimat tegas tiba-tiba keluar dari mulutnya. Aku kaget, dengan terbata-bata aku menjawab "tugas apa pak ?"

Sambil mematikan rokoknya yang memang sdh habis pak Juna kembali berkata "tolong buatkan saya artikel tentang PAGAR TIGA BELAS BINTANG" kata pak Juna sambil mengambil tumpukan map yg ada dipojok mejanya.

“Ma’af pak, PAGAR TIGA BELAS BINTANG itu apa ?” tanyaku penasaran.

“ma’af saya ndak punya banyak waktu, ini filenya kamu pelajari kemudian buatkan artikelnya untuk saya, saya ada rapat direksi, terima kasih saya tinggal dulu ya” sergah pak Juna sambil memberikan tumpukan map dan segera pergi meninggalkanku.

“baik pak” jawabku. pak Juna berjalan meninggalkan ruangannya meninggalkan aku yang duduk mempelajari file-file PAGAR TIGA BELAS BINTANG “Apa istimewanya PAGAR TIGA BELAS BINTANG, hingga pak Juna langsung memintaku untuk menyusun artikelnya ?” tanyaku dalam hati.

Pak Juna adalah pimpinan redaksi di tempat aku bekerja, biasanya beliau memerintahkan asistennya untuk memberikan tugas kepadaku, namun kali ini sungguh berbeda beliau memberikan tugas ini langsung kepadaku. “ada apa gerangan ?”

Kutinggalkan ruangan pak Juna. Kulangkahkan kaki menuju meja kerjaku. Sambil duduk aku mulai membuka map satu persatu, pertama aku buka map berwarna hijau, map itu tampak lusuh karena sudah lama, terlihat dari tahun yang tertera disitu yaitu 1979. Kertas-kertasnya sdh berubah warna dari putih menjadi agak kecoklatan.

Map itu berisi peta yg di gambar dengan tangan yang jika aku perhatikan lebih tepatnya adalah sebuah denah lokasi. Aku coba mengamati dengan seksama peta itu, kemudian ku buka laptop dan kucari letak tempat di peta dalam google map. Namun hasilnya nihil, tak ada nama tempat dalam peta itu di google map.

Dari map yang pertama aku tidak mendapatkan informasi yang berarti, aku lanjutkan membuka map yg kedua, ketiga, keempat hingga yg kelima tapi semua sama, aku tidak mendapatkan informasi tambahan selain hanya sebuah peta.

Hanya tinggal satu map yg tersisa, map dengan warna yang jarang aku temukan map berwarna hitam seperti warna kematian. Jiwaku semakin terusik dengan map yang satu ini. Map ini tidak tebal, bahkan sangat tipis untuk ukuran sebuah dokumen.

Aku beranikan diriku untuk membukanya. Setelah aku buka, ku temukan 3 lembar kertas berwarna putih seperti kafan, lembar pertama kosong tidak berisi apapun, lembar kedua hanya berisi satu kalimat panjang yg lebih terlihat seperti sebuah sandi, dan kertas ketiga hanya berisi noda merah yang kalau kita perhatikan teksturnya seperti bercak darah.

Aku sandarkan diriku ke kursi, sambil mengatur nafas aku tenangkan pikiran ku, aku berfikir keras "bagaimana aku bisa menyusun sebuah artikel hanya dengan data seminim ini." "Dari mana aku harus mulai ?" Tanyaku dalam hati. Aku buka-buka ulang dokumen yang tadi sudah aku baca, tiba-tiba perhatianku tertuju pada map terakhir yang hanya berisi tiga lembar kertas.

"Ini seperti sebuah alamat, tapi letaknya alamat ini ?" tanyaku dalam hati. Ku coba menulis ulang kalimat dalam kertas tersebut kedalam kertas yang lain.

Asem Pahit, #13*,Sambiroto

“Aku yakin ini sebuah alamat”, gumanku dalam hati. Aku segera berkemas untuk mencari alamat tersebut.

Beberapa helai pakaian, sebuah kamera, alat tulis dan beberapa dokumen sebagai bahan tulisan sudah masuk dalam tas. Saatnya untuk…

Baca lanjutan ceritanya di episode ke 2