Thursday, April 18, 2019

Dongeng Fabel : Gajah yang tertipu

DONGENG FABEL | GAJAH YANG TERTIPU - Siang itu udara sangat panas. Tahun ini kemarau begitu panjang. Banyak air sumur, air sungai bahkan mata air yang sudah mengering. Air kubangan tempat hewan-hewan minum juga sudah mengering. Beberapa hewan banyak yang mati kehausan.

Tidak jauh dari kubangan air yang sudah mengering ada seekor kura-kura yang terperosok ke dalam lubang. Lubang itu sangat dalam.

“Aduuhh...! Kenapa aku bisa terperosok di sini?” kata si kura-kura sambil berusaha merangkak keluar dari lobang.

Namun, usahanya selalu gagal. Setiap kali ia berhasil melompat ke sebuah batu sebagai tumpuan akhir agar ia bisa keluar dari lobang, tubuhnya selalu terpelanting masuk ke dasar lobang lagi.

“Wah, gawat kalau sampai malam hari aku masih terjebak di dalam lobang ini,” pikir si kura-kura.

“Kalau mengharapkan bantuan teman-teman rasanya mustahil. Bukankah mereka sudah banyak yang mati kehausan.” Akhirnya si kura-kura pasrah.

Ia duduk bersandar di pinggir lobang sambil terus berdo’a, mudah-mudahan ada teman yang datang membantu mengeluarkannya dari dalam lobang.

Dan tidak berapa lama, ada seekor gajah lewat dekat lobang. Dia menoleh ke kiri dan kekanan. Sepertinya si gajah sedang mencari sesuatu. Namun betapa terkejutnya, ketika dia melongok ke dalam lobang ternyata ada seekor kura-kura sedang mengais-ngais tanah yang nampak berair.

“Aneh,” pikir si Gajah. “Kenapa si kura-kura berada di dalam lobang? Apa yang dikerjakannya di dalam lobang?” Kemudian si Gajah berusaha menyapa temannya itu.

“Assalamu”alaikum. kura-kura,” kata si Gajah.“Kenapa kamu ada disitu?”

Si kura-kura sebenarnya sudah mengetahui kedatangan si Gajah. Akan tetapi, ia berusaha menyembunyikan kesedihannya karena tidak bisa keluar dari dalam lobang. Ia pura-pura menggali tanah, lalu membasahi tanah tersebut dengan air kencingnya sendiri.

“Wa‟alaikumussalam, Gajah,” jawab si kura-kura. “Aku lagi sibuk, nih.” lanjut kura-kura sambil terus pura-pura menggali tanah di sekitarnya. Si Gajah terus memperhatikan aktifitas si kura-kura.

“Iya, kamu lagi ngapain di dalam sana?”

Si kura-kura merasa senang sebab si gajah mulai penasaran dengan aktifitasnya. Ia berpikir keras agar dirinya bisa keluar dari lobang.

“Begini, Gajah,” kata si kura-kura. “Aku ada di dalam lobang untuk menggali sumur. Aku kasihan melihat banyak teman kita yang mati kehausan. Aku berpikir bahwa hanya dengan menggali sumur inilah salah satu cara untuk bisa menyelamatkan teman-teman kita dari bencana kekeringan.”

“Tapi bukankah sumber mata air kita tidak keluar airnya. Lalu, mana mungkin di lobang ini ada airnya?” tanya si Gajah.

“Eitssss...jangan bilang begitu, teman,” kata si kura-kura mulai menyusun siasat mengelabui si gajah. “Tidakkah engkau lihat tanah yang kuinjak sekarang ini mulai basah. Itu artinya, aku telah menemukan sumber mata air. Sepertinya jumlah air di dalamnya cukup banyak. Dan tidak lama lagi aku akan memiliki cadangan air yang banyak. “Cihuiyyyyy ” lanjut si kura-kura sambil menari dan menyanyi kegirangan.

Si gajah rupanya tidak menyadari bahwa apa yang dilakukan si kura-kura hanyalah pura-pura saja.

“Hoi, kura-kura. Bolehkah kita bekerjasama mendapatkan sumber air tersebut?”

“Hai..hai..hai...apa maksudmu, gajah?”

“Hemmm aku ingin membantumu mengeluarkan mata air itu... asalkan aku nanti mendapat jatah air juga.”

Si kura-kura pura-pura berpikir. Dia berjalan mondar-mandir sambil mengangguk-anggukan kepala. Kemudian ia berteriak dan menyetujui usulan si Gajah.

“Okeylah, Gajah,” kata si kura-kura. “Begini kawan, sumber mata air itu ada di bawah batu yang kuinjak ini. Aku hanya perlu sedikit air agar batu ini bisa tenggelam. Nah, biasanya kamu kan menyimpan cadangan air di mulutmu. Bolehkah kamu keluarkan air tersebut untuk menenggelamkan batu itu ? Nah... kalau batu itu terlepas maka sumber mata air akan terbuka dan kita bisa memanfaatkan airnya.”

Sebenarnya si Gajah mulai ragu dengan rencana si kura-kura. Dia keberatan apabila harus mengeluarkan cadangan air dari mulutnya. Sebab cadangan air tersebut akan diberikan kepada anak-anaknya.

“Tapi benarkah di dalam sana ada sumber air? Kalau tidak ada bagaimana, kura-kura?” tanya si gajah.

“Wah ...kamu kok jadi ragu begitu ? Ya sudahlah...tidak usah bekerjasama denganku. Biarlah sumber air ini aku miliki sendiri saja...”

Si gajah semakin bingung. Kalau ia menyetujui rencana si kura-kura maka cadangan air untuk anak-anaknya akan hilang. Bila ternyata sumber air itu tidak ada tentu anak-anaknya akan kehausan karena tidak mendapatkan air minum. Namun, bila ia menolak rencana si kura-kura maka ia akan lebih menderita karena si kura-kura tidak akan memberikan jatah airnya. Dan ia harus berjalan jauh untuk mendapatkan air minum.

“Iya dech...aku setuju dengan rencanamu, kura-kura,” kata si gajah. Lalu dia menyemprotkan cadangan air minumnya ke dalam lobang.

Serrrrrrrrrrrtttttttt...serrrrrrrrttttttttttttt...serrrrrtttttt...

Si kura-kura merasa senang, sebab rencananya berhasil. Air yang disemprotkan si gajah cukup banyak. Ketika air telah mencapai permukaan batu, tiba-tiba si kura-kura secepatnya berenang menuju permukaan batu. Lalu, dengan sekali lompatan ia telah berhasil keluar dari dalam lobang. Kemudian, tanpa memperhatikan si gajah ia berlari sekencang-kencangnya untuk melarikan diri.

Si Gajah terkejut. Ia segera menghentikan menyemprotkan air. Rupanya ia sadar bahwa si kura-kura telah menipu dirinya. Si kura-kura telah mendustainya. Si kura-kura telah membohonginya.

“Hoi mau lari kemana penipu !!!” teriak si gajah sambil mengejar si kura-kura yang telah menghilang di tumpukan bebatuan. Dia terus berusaha mencari ke sana kemari, namun si kura-kura telah menghilang.

Si gajah akhirnya pulang sambil menahan kekecewaan. Dia sadar telah ditipu kura-kura. Dia seharusnya tidak menghambur-hamburkan air minum di saat musim kemarau datang. Dia seharusnya tidak mudah tertipu dengan menghambur-hamburkan air minum yang tidak ada manfaatnya. Di saat musim kemarau, setetes air nilainya lebih tinggi daripada nilai segumpal emas.

0 Comments:

Post a Comment