Friday, April 12, 2019

Dongeng Fabel : Kisah asal muasal cangkang kura-kura

DONGENG FABEL | KISAH ASAL MUASAL CANGKANG KURA-KURA - Siga si Raja Hutan sedang berulang tahun. Seluruh penghuni hutan diundang ke pestanya malam nanti. Raja menyuruh Raku si Kura-kura dan Kiki si Kelinci menempelkan undangan dipohon. Malamnya, semua hewan di hutan berkumpul di halaman istana.

Pakaian dan perhiasan mereka serba gemerlap. Dan tentu saja mereka tak lupa membawa hadiah untuk Siga si Raja Hutan. Hadiah-hadiah itu diletakkan teratur di atas meja di dekat pagar istana. Hanya Jian si Anjing yang tidak menumpuk hadiahnya.

“Hmm..semoga sang Raja merasa senang dengan hadiahku ini.” bisik hati Jiang sambil meletakan mangkuk kristalnya di bawah meja dengan hati-hati sekali. Ia takut mangkuk itu pecah jika tertindih hadiah-hadiah lain.

Pesta sudah dimulai. Raku si Kura-kura datang terlambat. Walau larinya cepat, tapi rumahnya paling jauh dari istana.

“Ukh, untung Raja belum muncul,” gumam Raku si Kura-kura.

Raku si Kura-kura ragu-ragu untuk bergabung dengan tamu-tamu lainnya. Lalu ia memutuskan untuk bersembunyi di bawah meja tempat tumpukan hadiah.

“Gawat!” desisnya.” Semuanya tamu berpenampilan mewah. Sementara penampilanku buruk,” Raku si Kura-kura cemas memandangi tubuhnya yang polos tanpa hiasan sedikitpun.

Tiba-tiba matanya melihat sebuah mangkuk kristal indah di sampingnya. Milik siapa ini ? pikir Raku si Kura-kura. “Ah, aku tahu!” serunya ketika mendapat ide.

Gluduk gluduk! Dengan hati-hati ia menggelindingkan mangkuk itu ke balik semak-semak. Dibalurinya dengan getah dan daun sampai warnanya berubah kehijauan. Lebih bagus daripada warna bening tadi. Mangkuk itu lalu diikatnya ke punggungnya dengan akar-akar pohon. Berat,tapi tak jadi soal. Penuh percaya diri Raku Kura-kura masuk ke halaman istana. Semua mata langsung tertuju padanya.

“Wah, Raku si Kura-kura! Indah sekali benda yang ada di punggungmu! Hijau kemilau seperti zamrud!” decak para tamu kagum.

Raku si Kura-kura mengangkat dagunya tinggi-tinggi. Ia puas diperhatikan seperti itu. Namun Jian si Anjing menatapnya curiga.Ia yakin benda di punggung Raku si Kura-kura adalah mangkuk kristal miliknya. Jian si Anjing segera memeriksa kolong meja tempat hadiah. Benar! Mangkuk kristalnya menghilang! Ia langsung berteriak,

“Raku si Kura-kura, pencuri! Kembalikan mangkuk kristalku!”

Tamu-tamu pesta kaget dan bingung.

“Cepat lepaskan mangkuk itu dari punggungmu!” Jian si Anjing berusaha menarik lepas mangkuk itu.Tapi akar pohon yang melilit terlalu kuat. Keduanya sama-sama terpental.

Tiba-tiba terdengar suara menggelegar,

“Siapa yang berani membuat keonaran di hari ulang tahunku?!” Siga si Raja Hutan muncul. Ia duduk di singasananya sambil melotot kearah Raku si Kura-kura dan Jian si Anjing. Semua terdiam menahan napas.

“Maaf, Baginda,” sembah Jian si Anjing hormat. “Tapi mangkuk yang akan hamba hadiahkan untuk Baginda telah dicuri Kura-kura ini.

“Tidak, Baginda!” bantah Raku si Kura-kura tegas.“Mangkuk ini hamba temukan di kolong meja itu. Hamba cuma bermaksud meminjamnya sebentar.”

“Tapi kau mengambilnya tanpa seijinku. Itu mencuri namanya!”Keduanya terus berbantahan.

“DIAM!” bentak si Raja Hutan. Ia menyuruh Raku si Kura-kura segera mengembalikan mangkuk itu.

“Tapi akar-akar yang melilit di tubuh hamba terlalu kuat. Sepertinya … mangkuk ini tidak bisa dilepas,” elak Raku Kura-kura.

“Raku Kura-kura, aku tahu kau menyukai mangkuk itu,” kata Siga si Raja Hutan. “Jian si Anjing sebenarnya hendak memberikan mangkuk itu untukku.Tapi rasanya mangkuk itu memang lebih pantas untukmu.

Baiklah, kuizinkan kau memilikinya. Mulai sekarang, teruslah bawa mangkuk itu di punggungmu kemanapun kau pergi.” “Terima kasih, Baginda,” Raku si Kura-kura mencibir ke arah Jian si Anjing yang terpaksa merelakan mangkuk itu.

“Tapi…” lanjut Siga si Raja Hutan, “Sebagai gantinya,kemampuan berlari cepatmu kuberikan pada Jian si Anjing.Adil,bukan?”

Sejak itu Raku si Kura-kura cuma bisa berjalan lambat-lambat, dan menjaga agar mangkuk kristal di punggungnya tidak jatuh. Sering ia menyesali keadaan dirinya. Karena tak ada lagi yang mengelu-elukan kecepatan larinya.

Begitu kisahnya mengapa bangsa Kura-kura memiliki mangkuk keras di punggungnya dan berjalan lambat. mereka sering menyusupkan kepala ke dalam mangkuknya karena rasa malu, mengingat nenek moyang mereka yang serakah.Demikian pula, bangsa anjing sampai kini, larinya cepat seperti nenek moyang mereka Jian.

0 Comments:

Post a Comment